Mendefinisikan Kembali Citizen Journalism

Sabjan Badio
Kabid Humas dan Informasi Yayasan Pendidikan Ar-Raihan
humas[at]ar-raihan.or.id

knowyourcell.com
Pada tahun 2000 Oh Yeon-ho mendirikan www.ohmynews.com.Beberapa waktu kemudian, keputusan warga Korea Selatan tersebut telah merevolusi sistem pewartaan konvensional menjadi citizen journalism atau jurnalisme warga (disebut juga citizen reporter, participatory journalism/media, grassroot journalism/media, open source journalism/media), yaitu sistem pewartaan yang pada tahun 2002-2003 ikut andil mengantarkan Roh Moo-hyun menjadi Presiden Korea Selatan periode 2003-2008. Tak cukup sampai di situ, kemudian OhmyNews berkembang menjadi www.ohmynews.com (Korea Selatan), english.ohmynews.com (OhmyNews International), dan www.ohmynews.co.jp (OhmyNews dalam bahasa Jepang).

Semakin hari, media yang menganut sistem citizen journalism semakin banyak. Jika beberapa tahun silam di Indonesia kita mengenal dominasi Kabar Indonesia (kabarindonesia.com) dan Wikimu (wikimu.com), sekarang keberadaan jurnalisme warga mulai “diakuisisi” oleh media mainstream. Sebut saja Kompasiana (kompasiana.com), media ini merupakan lini usaha Kompas. Tidak hanya pada media online, media cetak pun telah menyediakan ruang (dalam satu rubrik khsusus) untuk citizen reporter, contohnya harian Tribun Jogja.

Keberadaan  media cetak ini, sedikit banyak mereduksi pengertian citizen journalism. Jika dahulu citizen journalism didominasi oleh media elektronik dan publikasinya hampir tanpa sensor, pada media cetak, pemberitaan pastilah melalui proses panjang seleksi dan editing. Hal ini tidak lain karena telah bersinggungan dengan bisnis yang ditandai dengan tinggi-rendahnya oplah. Keberadaan rubrik citizen journalism di media cetak sesungguhnya sebagai salah satu starategi mendongkrak oplah. Oleh karenanya, tidak akan mungkin media memublikasikan tulisan yang justru akan memperburuk citra diri media yang ujung-ujungnya akan menurunkan minat masyarakat untuk berlangganan.

Hal ini bertolak belakang dengan media elektronik (website) walupun sesungguhnya di balik keberadaan media elektronik tersebut ada nama besar sebuah media konvensional. Cara pandang masyarakat terhadap media konvensional berbeda dengan cara pandang masyarakat terhadap media yang berprinsip citizen journalism. Jika pada media konvensional semua kesalahan akan divonis sebagai cacat, pada media citizen journalism, kesalahan lebih banyak dimaklumkan sebagai “kelakuan” seorang amatir yang sebaiknya “dimaafkan”. Jika pada media konvensional sebuah berita harus disampaikan sesuai kaidah pemberitaan dengan tanpa cacat, pada media citizen jouralism—karena permakluman—dalam membaca masyarakat kerap hanya membidik masalah yang ingin disampaikan dengan mengabaikan kesalahan penulisan yang kerap berulang.

Pada perkembangan ini, batasan citizen journalism harus dibedakan antara prinsip citizen journalism pada media elektronik dengan media cetak. Jika pada media elektronik (khusunya website) jurnalis seolah-olah ikut memiliki media dengan aktivitas yang nyaris tanpa sensor, bisa mengirimkan berita apa pun, berita yang dikirim bisa di-posting kapan pun dan dengan jumlah berapa pun, pada media cetak prinsip citizen journalism hanyalah sebatas siapa yang berhak melakukan peliputan. Masalah standar, harus dipublikasikan atau tidak, semuanya begantung mutlak pada strategi bisnis media yang bersangkutan.

Berdasarkan perbedaan tersebut, dapat dikatakan bahwa batasan umum citizen journalism saat ini, tinggal pada bagian siapa yang boleh melaporkan. Masalah apa yang boleh dipublikasikan, tulisan siapa yang akan dipublikasikan, dan apakah harus melalui proses editing atau tidak, bergantung dengan kepemilikan media. Batasan khususnya, citizen journalism dibagi dua, yaitu citizen journalism penuh dan citizen journalism terbatas. Kabar Indonesia, Wikimu, dan Kompasiana dapatlah disebut sebagai media yang menganut prinsip citizen journalism secara pernuh, sementara rubrik citizen journalism pada media cetak biasanya menerapkan prinsip citizen journalism secara terbatas. Terbatas di sini diartikan sebagai siapa pun boleh melaporkan, akan tetapi terbit-tidaknya dan disunting-tidaknya sebuah tulisan bergantung kebijakan media.

Siapakah yang Akan Berjaya?

Media dengan prinsip citizen journalism dan media konvensional sesungguhnya memiliki ruang gerak sendiri-sendiri. Dalam keadaan normal, media konvensional akan hadir dengan berita-berita besar, ekslusif, dan fantastis. Sementara itu, media citizen journalism memilih menggarap bagian yang terlupakan, seperti tips khusus dan berita yang dianggap tidak menjual atau bahkan tabu bagi media konvensional.

Posisi sering berbalik ketika terjadi sebuah ketidakstabilan, kekacauan, atau pun kedaruratan besar di suatu tempat, seperti bencana alam. Pada kondisi ini media konvensional tidak akan mempu meliput permasalahan secara keseluruhan. Bahkan, pada banyak peristiwa, mungkin saja media konvesional terlambat hadir, terlambat mendapatkan berita, dan terlambat memublikasikannya. Di sini, citizen journalism elektronik (televisi, radio, dan terutama website) akan menunjukkan taringnya. Reporter yang tidak berbatas dan publikasi yang tidak dikekang oleh keterbatasan space dan waktu terbit membuat berita hadir cepat, variatif, dan menyeluruh.

Menilik keadaan ini, keberadaan citizen reporter dan media berprinsip citizen sesungguhnya sangatlah penting. Hanya saja, para reporter citzen banyak yang tidak memiliki bekal cukup untuk melaporkan. Untuk itu, pemerintah dan media yang bersangkutan dipandang perlu melaksanakan pendidikan dan pelatihan reportase atau penulisan berita untuk masyarakat. Jika hal ini diintensifkan, diyakini revolusi pemberitaan akan lebih sempurna pada periode yang akan datang.***



2 komentar:

Siska mengatakan...

Yang mana yang lebih menguntungkan, itulah yang akan menjadi populer dan dianggap dibutuhkan. Saat keadaan stabil, media konvensional lebih dibutuhkan karena dianggap mampu menyajikan data yang akurat dan kajian yang komprehensif. Sementara itu, saat terjadi instabilitas, citizen journalism diidolakan karna mampu menghadirkan berbagai fakta dan data yang lebih banyak, beragam, dan kerap tak terjangkau oleh media-media konvensional.

SB mengatakan...

Dengan konsep seperti itu, citizen journalism bisa tampil bersaing dengan media konvensional hanya bila media tersebut mampu menunjukkan kualias dan kredibilitas yang tidak kalah dengan media konvensional. Jika ini terjadi, bahkan tidak sekadar bersaing, media citizen journalism bisa jadi akan menggusur keberadaan media konvensional.

Tulisan Populer Pekan ini