Kabid Humas dan Informasi Yayasan Pendidikan Ar-Raihan
humas[at]ar-raihan.or.id
knowyourcell.com |
Semakin hari, media yang
menganut sistem citizen journalism
semakin banyak. Jika beberapa tahun silam di Indonesia kita mengenal dominasi Kabar Indonesia (kabarindonesia.com) dan
Wikimu (wikimu.com), sekarang
keberadaan jurnalisme warga mulai “diakuisisi” oleh media mainstream. Sebut
saja Kompasiana (kompasiana.com), media ini merupakan lini usaha Kompas. Tidak hanya pada media online, media cetak pun telah
menyediakan ruang (dalam satu rubrik khsusus) untuk citizen reporter, contohnya harian Tribun Jogja.
Keberadaan media cetak ini, sedikit banyak mereduksi
pengertian citizen journalism. Jika
dahulu citizen journalism didominasi
oleh media elektronik dan publikasinya hampir tanpa sensor, pada media cetak,
pemberitaan pastilah melalui proses panjang seleksi dan editing. Hal ini tidak lain karena telah bersinggungan dengan
bisnis yang ditandai dengan tinggi-rendahnya oplah. Keberadaan rubrik citizen journalism di media cetak sesungguhnya
sebagai salah satu starategi mendongkrak oplah. Oleh karenanya, tidak akan
mungkin media memublikasikan tulisan yang justru akan memperburuk citra diri
media yang ujung-ujungnya akan menurunkan minat masyarakat untuk berlangganan.
Hal ini bertolak belakang
dengan media elektronik (website)
walupun sesungguhnya di balik keberadaan media elektronik tersebut ada nama besar
sebuah media konvensional. Cara pandang masyarakat terhadap media konvensional
berbeda dengan cara pandang masyarakat terhadap media yang berprinsip citizen journalism. Jika pada media
konvensional semua kesalahan akan divonis sebagai cacat, pada media citizen journalism, kesalahan lebih
banyak dimaklumkan sebagai “kelakuan” seorang amatir yang sebaiknya “dimaafkan”.
Jika pada media konvensional sebuah berita harus disampaikan sesuai kaidah
pemberitaan dengan tanpa cacat, pada media citizen
jouralism—karena permakluman—dalam membaca masyarakat kerap hanya membidik
masalah yang ingin disampaikan dengan mengabaikan kesalahan penulisan yang
kerap berulang.
Pada perkembangan ini,
batasan citizen journalism harus
dibedakan antara prinsip citizen
journalism pada media elektronik dengan media cetak. Jika pada media
elektronik (khusunya website) jurnalis
seolah-olah ikut memiliki media dengan aktivitas yang nyaris tanpa sensor, bisa
mengirimkan berita apa pun, berita yang dikirim bisa di-posting kapan pun dan dengan jumlah berapa pun, pada media cetak
prinsip citizen journalism hanyalah
sebatas siapa yang berhak melakukan peliputan. Masalah standar, harus
dipublikasikan atau tidak, semuanya begantung mutlak pada strategi bisnis media
yang bersangkutan.
Berdasarkan perbedaan tersebut,
dapat dikatakan bahwa batasan umum citizen
journalism saat ini, tinggal pada bagian siapa yang boleh melaporkan.
Masalah apa yang boleh dipublikasikan, tulisan siapa yang akan dipublikasikan,
dan apakah harus melalui proses editing
atau tidak, bergantung dengan kepemilikan media. Batasan khususnya, citizen journalism dibagi dua, yaitu citizen journalism penuh dan citizen journalism terbatas. Kabar
Indonesia, Wikimu, dan Kompasiana dapatlah disebut sebagai media yang menganut
prinsip citizen journalism secara
pernuh, sementara rubrik citizen
journalism pada media cetak biasanya menerapkan prinsip citizen journalism secara terbatas.
Terbatas di sini diartikan sebagai siapa pun boleh melaporkan, akan tetapi
terbit-tidaknya dan disunting-tidaknya sebuah tulisan bergantung kebijakan
media.
Siapakah yang Akan Berjaya?
Media dengan prinsip citizen journalism dan media
konvensional sesungguhnya memiliki ruang gerak sendiri-sendiri. Dalam keadaan
normal, media konvensional akan hadir dengan berita-berita besar, ekslusif, dan
fantastis. Sementara itu, media citizen
journalism memilih menggarap bagian yang terlupakan, seperti tips khusus
dan berita yang dianggap tidak menjual atau bahkan tabu bagi media
konvensional.
Posisi sering berbalik ketika
terjadi sebuah ketidakstabilan, kekacauan, atau pun kedaruratan besar di suatu tempat, seperti
bencana alam. Pada kondisi ini media konvensional tidak akan mempu meliput permasalahan
secara keseluruhan. Bahkan, pada banyak peristiwa, mungkin saja media
konvesional terlambat hadir, terlambat mendapatkan berita, dan terlambat memublikasikannya.
Di sini, citizen journalism elektronik
(televisi, radio, dan terutama website)
akan menunjukkan taringnya. Reporter yang tidak berbatas dan publikasi yang tidak
dikekang oleh keterbatasan space dan
waktu terbit membuat berita hadir cepat, variatif, dan menyeluruh.
Menilik keadaan ini, keberadaan
citizen reporter dan media berprinsip
citizen sesungguhnya sangatlah
penting. Hanya saja, para reporter citzen
banyak yang tidak memiliki bekal cukup untuk melaporkan. Untuk itu, pemerintah
dan media yang bersangkutan dipandang perlu melaksanakan pendidikan dan
pelatihan reportase atau penulisan berita untuk masyarakat. Jika hal ini
diintensifkan, diyakini revolusi pemberitaan akan lebih sempurna pada periode yang
akan datang.***
2 komentar:
Yang mana yang lebih menguntungkan, itulah yang akan menjadi populer dan dianggap dibutuhkan. Saat keadaan stabil, media konvensional lebih dibutuhkan karena dianggap mampu menyajikan data yang akurat dan kajian yang komprehensif. Sementara itu, saat terjadi instabilitas, citizen journalism diidolakan karna mampu menghadirkan berbagai fakta dan data yang lebih banyak, beragam, dan kerap tak terjangkau oleh media-media konvensional.
Dengan konsep seperti itu, citizen journalism bisa tampil bersaing dengan media konvensional hanya bila media tersebut mampu menunjukkan kualias dan kredibilitas yang tidak kalah dengan media konvensional. Jika ini terjadi, bahkan tidak sekadar bersaing, media citizen journalism bisa jadi akan menggusur keberadaan media konvensional.
Posting Komentar