Ada Bahasa dalam SARA

jpkc.ecnu.edu.cn
Sabjan Badio

SARA selama ini dianggap di antara penyebab konflik di Indonesia. Oleh karena itu, pada banyak kesempatan, SARA selalu didengungkan sebagai peringatan. Ketika diadakan kompetisi menulis dan foto, SARA menjadi materi terlarang dan jika melanggar akan menyebabkan peserta lomba didiskualifikasi. Pada kegiatan-kegiatan lain, SARA hampir tidak pernah ketinggalan dan ini wajar saja karena Indonesia telah mencatat banyak konflik terkait SARA ini.

Komponen pertama dalam SARA adalah suku, selanjutnya agama, ras, dan antargolongan. Suku berkaitan dengan perbedaan kebudayaan, agama berkaitan dengan keimanan atau keyakinan, ras berkaitan dengan ciri-ciri fisik, antargolongan berkaitan dengan banyak hal yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mempertahankan eksistensi kelompok. Pada pengertian ini, ada satu poin yang terlupakan, yaitu pada bagian pengertian suku. Jika kita mencermati Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2008), pengertian suku tidak sebatas masalah perbedaan kebudayaan, ada rincian yang ditekankan di sana, yaitu “bahasa”. Lebih detailnya dikemukakan bahwa ‘suku merupakan kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa’.

Kedudukan dan fungsi strategis bahasa ini, termasuk dalam perannya merajut persatuan dan kesatuan bangsa, tertuang dengan tegas dalam butir ketiga Sumpah Pemuda. Butir tersebut berbunyi “Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia”. Pernyataan sikap tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan “bahasa persatuan”. Jika kita cermati lebih lanjut dalam Sumpah Pemuda yang lengkap, kedudukan bahasa disejajarkan dengan kedudukan tanah air (butir pertama) dan bangsa (butir kedua).

Saat ini, kedudukan bahasa Indonesia juga tertuang dalam UUD 1945 Pasal 36 dan UU No. 24 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 2. Kedua regulasi tersebut menegasan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa negara. Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia dinyatakan memiliki peran sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) pengantar pendidikan, (3) komunikasi tingkat nasional, (4) pengembangan kebudayaan nasional, (5) transaksi dan dokumen niaga, (6) sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta (7) bahasa media massa (UU No. 24 Tahun 2009 Pasal 25).

Kedudukan strategis bahasa Indonesia ini ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan menjadikannya sebagai satu di antara mata pelajaran wajib di sekolah. Tidak hanya itu, Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep/2006 mewajibkan bahasa Indonesia diajarkan pada semua jurusan pada perguruan tinggi. Ini merupakan langkah preventif dalam pelestarian bahasa Indonesia yang bisa saja tergerus karena kehadiran bahasa-bahasa asing sebagai dampak globalisasi dan kemajuan teknologi informasi atau justru karena pesatnya perkembangan satu di antara bahasa-bahasa daerah yang ada.

Andai Tidak Ada Bahasa Indonesia

Beberapa negara di dunia memiliki lebih dari satu bahasa resmi negara. Kanada, Israel, dan Finlandia adalah negara dwibahasa sementara Singapura dan India adalah negara multibahasa, memiliki bahasa resmi negara lebih daru dua. Bahasa resmi Kanada adalah bahasa Inggris dan Prancis. Sementara itu, bahasa resmi Singapura adalah Melayu, Cina, Tamil, dan Inggris.

Bangsa Indonesia sendiri walaupun dalam keseharian memiliki tujuh ratusan bahasa (menurut catatan id.wikipedia.org terdapat 748 bahasa) yang digunakan sebagai bahasa ibu pada tiap-tiap kelompok masyarakat hanya memiliki satu bahasa resmi negara, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari keberadaan kerajaan besar di Nusantara yang berjaya pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-11, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Pada masa berjayanya, Sriwijaya menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa kerajaan. Oleh karena diresmikan sebagai bahasa resmi kerajaan, otomatis menjadi bahasa resmi agama dan menjadi bahasa penghubung yang memiliki peran penting untuk kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas apalagi dalam bentuk kepulauan.

Fungsi strategis bahasa Melayu ini kemudian juga diakui oleh pemerintah kolonial Belanda dengan menjadikan bahasa Melayu Tinggi sebagai bahasa yang digunakan pegawai pribumi, sekolah-sekolah pribumi, dan dalam penerbitan karya sastra. Bahasa Melayu Tinggi dipilih karena telah memiliki kitab-kitab rujukan. Seiring dengan pilihan ini, secara perlahan terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia yang terpisah dari bentuk semula, yaitu bahasa Melayu Riau-Johor. Dalam perkembangannya Belanda sendiri mengawal perjalanan bahasa Melayu ini dengan “intervensinya” berupa pembentukan Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Lembaga ini merupakan cikal-bakal Balai Pustaka (id.wikipedia.org).

Apa jadinya jika Srwijaya tidak menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kerajaan? Apa jadinya jika Belanda tidak mengakui bahasa Melayu sebagai satu di antara bahasa yang digunakan dalam kegiatan resmi pemerintah kolonial Belanda? Apa jadinya jika Sumpah Pemuda tidak dilakukan? Bisa jadi, bahasa resmi Indonesia bukanlah bahasa Indonesia, bisa jadi bahasa Inggris, bisa jadi bahasa Belanda itu sendiri, atau bisa jadi pula bahasa resmi Indonesia lebih dari satu bahasa.

Dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut, terutama dengan kemungkinan bahasa resmi yang lebih dari satu bahasa, bisa jadi potensi perbedaan seperti yang terjadi di Kanada pun terjadi di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Kanada melakukan referendum dikarenakan anggapan bahwa ada dua pihak yang seharusnya berdiri sendiri-sendiri di Kanada. Bukti perbedaan tersebut di antaranya adalah adanya dua bahasa, bahasa yang berbeda, yaitu Inggris dan Prancis. Oleh karena kedewasaan negara tersebut dalam berdemokrasi, referendum tersebut berjalan dengan damai dan menghasilkan keputusan bahwa Kanada tetap satu.

Peran Lembaga Kebahasaan

Kondisi bahasa Indonesia yang cenderung menjadi bahasa kedua dalam keseharian tentu memerlukan pengawalan yang intensif dari pemerintah. Jangan sampai satu di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia justru mendominasi dan menyatakan diri sebagai bahasa yang paling berhak digunakan secara lebih luas. Terlebih lagi jika tiap-tiap suku merasa bahasanyalah yang paling berhak karena dipandang paling baik. Di antara bentuk pengawalan yang dilakukan pemerintah adalah keberadaan UU No. 24 Tahun 2009.

Selain melalui regulasi, pengawalan pemerintah juga dilakukan dengan membentuk lembaga yang sekarang dinaikkan tingkatnya menjadi badan, yaitu Badan Pengambangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia (Eselon I) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Keberadaan lembaga yang secara khusus menangani masalah kebahasaan di tanah air, dengan tugas utama pengembangan dan pembinaan ini, memiliki peran strategis untuk memastikan bahasa Indonesia tetap menempati kedudukan yang seharusnya dan bahasa-bahasa lain, terutama bahasa daerah juga menempati porsinya sendiri dalam perjalanan Negara Indonesia. Badan Bahasa pun dapat mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau berbagai hal yang mengarah kepada perkembangan negatif yang berkaitan dengan perkembangan dan eksistensi bahasa Indonesia. Dengan keberadaan Badan Bahasa ini, kita memiliki lembaga kebahasaan yang dapat dijadikan rujukan sekaligus menjadi penengah dalam berbagai perbedaan yang berkaitan dengan permasalahan kebahasaan.


Daftar Pustaka
Anonim. 2012. “Bahasa Indonesia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia, diunduh 10 Oktober 2012 Pukul 10.30.
Anonim. 2012. “Sriwijaya”. http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya, diunduh 10 Oktober 2012 Pukul 10.30.
Anonim. 2012. “Sumpah Pemuda”. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda, diunduh 10 Oktober 2012 Pukul 10.30.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


4 komentar:

Siska mengatakan...

Banyak yang berpotensi memancing rusuh di Indonesia. Kedewasaan masyarakatnyalah yang mampu meredam agar tidak benar-benar menjadi rusuh. Dalam berbahasa, saya yakin masyarakat Indonesia sudah cukup dewasa untuk tidak terjebak dalam egoisme kebahasaan.

Walaupun begitu, saya setuju jika permasalahan kebahasaan tetap diperhatikan dengan serius agar eksistensi tetap terjaga dan potensi konflik tidak tersulut.

Yaraihan mengatakan...

Semoga Indonesia tidak rusuh karena bahasa.

SB mengatakan...

@ Siska
Saya setuju tentang itu. Bahasa merupakan alat komunikasi yang jika tetap berjalan sebagaimana fungsinya tidak akan menyebabkan pertentangan.

SB mengatakan...

@ Yaraihan
Amin!

Tulisan Populer Pekan ini