Resolusi 2012: Menaklukkan Anak Tertua Ayahku

Sabjan Badio

Berbicara tentang juara, aku pernah merasakannya. Hanya saja, untukjuara I baru aku rasakan di kelas. Pada kompetisi di tingkat yang lebih luas,aku belum pernah meraih juara satu. Apa yang salah? Ditelusur-telusur,ternyata yang salah adalah anak tertua ayahku.

Begini ceritanya. Pertengahan tahun 2011 silam aku mendapatkan informasi tentangkompetisi blog tingkat nasional. Hadiahnya pas sekali, benda yang memangkudambakan. Belum sempat beli, karena uangnya belum sempat mampir ke kantongku.Aku pun bersiap, blog ada, koneksi internet ada—lancar dan stabil. Apa lagi? Akutinggal mencari informasi tentang tema yang diberikan oleh panitia.

Seminggu menjelang batas akhir pendaftaran lomba, anak tertua ayahkumengajak jalan-jalan, ke Malioboro, banyak barang menarik yang perlu dilihat disitu. Lagi pula, aktivitas sehari-hari membuat stress sehingga perlu refreshing,melihat-lihat teknologi terbaru yang dipamerkan di bursa komputer. Tidak adasalahnya, pikirku, masih seminggu lagi, menulis tidak butuh waktu lama.

Dalam perjalanan ke Malioboro aku berpikir-pikir. Sebuah kompetisimenulis tidak cukup diikuti dengan menyetor tulisan, ada banyak persiapan yangharus lakukan, jika aku ingin menjadi juara. Yang pertama harus dilakukan adalah membaca secara detail semuapersyaratan yang dicantumkan panitia. Ini mutlak, satu saja terlewatkan,salah-salah tulisan kita akan didiskualifikasi, atau paling tidak nilainyadikurangi. Daripada melakukan kesalahan ini, lebih baik tidak perlu ikut kompetisi.

Hal kedua yang harusdilakukan untuk menjadi juara adalah mempelajari lembaga penyelenggarakompetisi, bidang bisnisnya, kecenderungannya, dan visi serta misinya. Semua ituharus dipelajari agar kita bisa menyajikan sebuah tulisan yang menarik dansesuai dengan keinginan mereka. Karena, hakikatnya sebuah kompetisi tidak akanbisa mungkin terlepas dari subjektivitas penyelenggaranya. Akan menjadi halmustahil penyelenggara lomba memenangkan tulisan yang justru menghujatkeberadaannya. Apalagi jika penyelenggara adalah lembaga bisnis yang memilikiproduk yang sedang gencar-gencarnya dipromosikan.

Ketiga, kita harus mengenalidewan juri. Walaupun seorang juri berusaha untuk menjadi ojektif, dia tetaplah manusia yang memiliki selera dan kecenderungan. Selera dan kecenderungantersebut entah sadar entah tidak, akan mendompleng setiap aktivitas yangdilakukan seseorang. Misalnya, tentang gaya tulisan, bisa jadi juri yang satusuka tulisan esai, yang lain suka yang lebih serius.

Tindakan keempat yang perludilakukan seorang calon juara adalah mencari sebanyak mungkin informasi sebagai bahan tulisan. Dengan bantuan internet, bagi saya langkah keempatini sangat mudah. Tidak perlu waktu berjam-jam, pasti terkumpul segelasesuatunya.

Kelima adalah eksekusi,yaitu mulai menulis, menyunting, menulis lagi, menyunting, dan menulis lagi. Ada dua hal penting yang perludiperhatikan penulisan, yaitu kedalaman ulasan dan gaya penulisan.

Keenam adalah langkahterakhir, yaitu publikasi pluspenunaian kewajiban yang dipersyaratkan, seperti pendaftaran, publikasi dijejajaring sosial, dan sebagainya. Setelahlangkah-langkah tersebut ditunaikan secara tuntas, penyempurnanya adalah doa:semoga pesertanya tidak terlalu banyak, jika banyak tulisannya tidak lebihbagus dari tulisan kita, semoga dewan jurinya suka tulisan kita, danseterusnya.

Itu seharusnya yang kulakukan, seharusnya, tetapi aku belum melakukannyakarena masih di atas kendaraan bersama anak tertua ayahku. Kutaksir kami barupulang pada malam harinya, itu artinya beberapa jam ke depan aku masih belumbisa menulis, belum bisa menerapkan langkah demi langkah yang telah kurencanakan.

Benar saja, kami pulang malam, perjalanan cukup melelahkan. Bukannya menulis, aku justru ngorok di depantelevisi setelah menyelesaikan sebuah film, masih bersama anak tertua ayahku. Selanjutnya, enam hari menjelangdeadline, lima hari, tiga hari, bahkan dua hari menjelang penutupan, selalu ada halmenarik yang ditawarkan oleh anak tertua ayahku. Dia memang pintar mempengaruhiseseorang. Tanpa perlu berkata-kata pun dia sanggup membuat diriku tertarik.

Pada malam terakhir, aku pun bertekad, tidak mau tergoda denganberbagai rayuan anak tertua ayahku. aku harus mampu menundukkan dan menolak semua rayuan sesat anak tertua ayahku. Aku harus menulis, walaupun langkah-langkahyang kupersiapkan tidak dapat kulewati satu per satu. Apa pun hasilnya akuharus menulis. Karena, menurutku, menyelesaikan tulisan itu sendiri adalahkemenangan pertama, dinyatakan menjadi juara adalah kemenangan tingkatselanjutnya. Akhirnya jadilah tulisanku, kupublikasikan beberapa menitmenjelang pukul 23.59, dengan kata lain beberapa menit menjelang lomba berakhir. Aku pun pasrah. Tetap pasrah ketika kemudianaku dinyatakan “hanya” mampu menjadi juara III, bukan juara I.

Demikian ceritaku malam kali ini. Aku berharap hari-hari berikutnya, dalam kompetisi-kompetisi lain, akaumampu menghindari godaan anak tertua ayahku, agar aku dapat berkarya sercaramaksimal--dengan catatan, koneksi internet selalu ada.

Oh ya, aku lupa memperkenalkan nama anak tertua ayahku. Namanya SabjanBadio, diriku sendiri.


8 komentar:

Siska mengatakan...

Memang, mengalahkan diri sendiri sangat berat. Orang lain itu mudah, mengalahkan diri sendiri adalah mengalahkan hawa nafsu. Seorang jawara sejati adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.

Raihan mengatakan...

Saya kira si anak tertua memang orang lain. Ternyata.....

Sabjan Badio mengatakan...

@ Siska
Itulah sebabnyak aku bertekad mengalahkan sisi negatif dari diriku.

Sabjan Badio mengatakan...

@ Raihan
Ternyata bukan orang lain, tp orang saja. :-D

cosmo florist mengatakan...

hahaha kisah yg lucu n menarik,
tidak bisa menahan hawa nafsu ni ceritanya,,,
tapi hebat deh, baru mulai nulis be2rpa jam sblum deadline, udah dpt juara III pasti keren bgt tuh tulisannya, ajarin dong, hehe

salam kenal

Sabjan Badio mengatakan...

@ Cosmo
Hehe, sepenggal kisah kemalasan. :-)

Pencerah mengatakan...

semoga menang pak

Sabjan mengatakan...

@ Pencerah,
Semoga!

Tulisan Populer Pekan ini